SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS PRA-KODIFIKASI
A. Hadits
pada Periode Pertama (Masa Rasulullah)
1. Masa Penyebaran Hadits
Sejarah Perkembangan Hadits Pra-Kodifikasi - Rasulullah hidup di tengah-tengah masyarakat dan
sahabatnya. Mereka bergaul secara bebas dan mudah, tidak ada peraturan atau
larangan yang memepersulit para sahabat untuk bergaul dengan beliau. Segala
perbuatan, ucapan, dan sifat Nabi bisa menjadi contoh yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut. Masyarakat menjadikan nabi
sebagai panutan dan pedoman dalam kehidupan mereka. Jika ada permasalahan baik
dalam Ibadah maupun dalam kehidupan duniawi, maka mereka akan bisa langsung
bertanya pada Nabi.
Kabilah-kabilah yang tinggal jauh di luar kota
Madinah pun juga selalu berkonsultasi pada Nabi dalam segala permasalahan
mereka. Adakalanya mereka mengirim anggota mereka untuk pergi mendatangi Nabi
dan mempelajari hukum- hukum syari'at agama. Dan ketika mereka kembali ke
kabilahnya, mereka segera menceritakan pelajaran (hadits Nabi) yang baru mereka
terima.
Selain itu, para pedagang dari kota Madinah juga
sangat berperan dalam penyebaran hadits. Setiap mereka pergi berdagang,
sekaligus juga berdakwah untuk membagikan pengetahuan yang mereka peroleh dari
Nabi kepada orang-orang yang mereka temui.
Pada saat itu, penyebarluasan hadits sangat
cepat. Hal tersebut berdasar perintah Rasulullah pada para sahabat untuk
menyebarkan apapun yang mereka ketahui dari beliau. Beliau bersabda,
“Sampaikanlah olehmu apa yang berasal dariku,
kendati hanya satu ayat!”
Dalam hadits lain disebutkan,
“Hendaknya orang yang menyaksikan hadits di
antara kamu menyampaikannya pada yang tidak hadir (dalam majlis ini). Karena
boleh jadi, banyak orang yang menerima hadits (dari kamu) lebih memahami dari
pada (kamu sendiri) yang mendengar (langsung dariku).
Perintah tersebut membawa pengaruh yang sangat
baik untuk menyebarkan hadits. Karena secara bertahap, seluruh masyarakat
muslim baik yang berada di Madinah maupun yang di luar Madinah akan segera
mengetahui hukum–hukum agama yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Meskipun
sebagian dari mereka tidak memperoleh langsung dari Rasulullah, mereka akan
memperoleh dari saudara–saudara mereka yang mendengar langsung dari Rasulullah.
Metode penyebaran hadits tersebut berlanjut sampai Haji Wada’ dan wafatnya
Rasulullah.
Faktor-faktor yang mendukung percepatan
penyebaran hadits di masa Rasulullah :
a. Rasulullah sendiri rajin menyampaikan
dakwahnya.
b. Karakter ajaran Islam sebagai ajaran baru
telah membangkitkan semangat orang di lingkungannya untuk selalu mempertanyakan
kandungan ajaran agama ini, selanjutnya secara otomatis tersebar ke orang lain
secara berkesinambungan.
c. Peranan istri Rasulullah amat besar dalam
penyiaran Islam, hadits termasuk di dalamnya.
2.
Penulisan Hadits dan Pelarangannya
Penyebaran hadits-hadits pada masa Rasulullah
hanya disebarkan lewat mulut ke mulut (secara lisan). Hal ini bukan hanya
dikarenakan banyak sahabat yang tidak bisa menulis hadits, tetapi juga karena
Nabi melarang untuk menulis hadits. Beliau khawatir hadits akan bercampur
dengan ayat-ayat Al-Quran.
Menurut al-Baghdadi (w. 483 H), ada tiga buah
hadits yang melarang penulisan hadits, yang masing-masing diriwayatkan oleh Abu
Sa’id al-Khudri, Abu Hurairah, dan Zaid ib Tsabit. Namun yan dapat dipertanggungjawabkan
otentisitasnya hanya hadits Abu Sa’id al-Khudri yang berbunyi,
“Janganlah kamu sekalian menulis sesuatu dariku
selain Al-Qur’an . Barangsiapa yang menulis dariku selain Al-Quran maka
hendaklah ia menghapusnya. Riwayatkanlah dari saya. Barangsiapa yang sengaja
berbohong atas nama saya maka bersiaplah (pada) tempatnya di neraka ” (HR.
Muslim).
Disini Nabi melarang para sahabat menulis
hadits, tetapi cukup dengan menghafalnya. Beliau membolehkan meriwayatkan
hadits dengan disertai ancaman bagi orang yang berbuat bohong. Dan hadits
tersebut merupakan satu satunya hadits yang shahih tentang larangan menulis
hadits. Menurut Dr. Muhammad Alawi al-Maliki, meskipun banyak hadits dan atsar
yang semakna dengan hadits larangan tersebut, semua hadits itu tidak lepas dari
cacat yang menjadi pembicaraan di kalangan para ahli hadits.
Adapun faktor-faktor utama dan terpenting yang
menyebabkan Rasulullah melarang penulisan dan pembukuan hadits adalah :
a. Khawatir terjadi kekaburan antara ayat-ayat
al-Qur’an dan hadits Rasul bagi orang-orang yang baru masuk Islam.
b. Takut berpegangan atau cenderung menulis
hadits tanpa diucapkan atau ditela’ah.
c. Khawatir orang-orang awam berpedoman pada
hadits saja.
Nabi telah mengeluarkan izin menulis hadits
secara khusus setelah peristiwa fathu Makkah. Itupun hanya kepada sebagian
sahabat yang sudah terpercaya. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah
disebutkan, bahwa ketika Rasulullah membuka kota Makkah, beliau berpidato di
depan orang banyak dan ketika itu ada seorang lelaki dari Yaman bernama Abu
Syah meminta agar dituliskan isi pidato tersebut untuknya. Kemudian Nabi
memerintahkan sahabat agar menuliskan untuk Abu Syah.
“Wahai Rasulullah. Tuliskanlah untukku. Nabi
bersabda (pada sahabat yang lain), tuliskanlah untuknya.”
B. Hadits pada Periode Kedua (Masa Khulafa’ al-Rasyidin)
1. Masa
Pemerintahan Abu Bakar dan Umar ibn Khattab
Setelah Rasulullah wafat, banyak sahabat yang
berpindah ke kota-kota di luar Madinah. Sehingga memudahkan untuk percepatan penyebaran
hadits. Namun, dengan semakin mudahnya para sahabat meriwayatkan hadits dirasa
cukup membahayakan bagi otentisitas hadits tersebut. Maka Khalifah Abu Bakar
menerapkan peraturan yang membatasi periwayatan hadits. Begitu juga dengan
Khalifah Umar ibn al-Khattab. Dengan demikian periode tersebut disebut dengan
Masa Pembatasan Periwayatan Hadits,Pembatasan
tersebut dimaksudkan agar tidak banyak dari sahabat yang mempermudah penggunaan
nama Rasulullah dalam berbagai urusan, meskipun jujur dan dalam permasalahan
yang umum. Namun pembatasan tersebut tidak berarti bahwa kedua khalifah
tersebut anti-periwayatan, hanya saja beliau sangat selektif terhadap
periwayatan hadits. Segala periwayatan yang mengatasnamakan Rasulullah harus
dengan mendatangkan saksi, seperti dalam permasalahan tentang waris yang
diriwayatkan oleh Imam Malik.
Abu Hurairah, sahabat yang terbanyak
meriwayatkan hadits, pernah ditanya oleh Abu Salamah, apakah ia banyak
meriwayatkan hadits di masa Umar, lalu menjawab, "Sekiranya aku meriwayatkan
hadits di masa Umar seperti aku meriwayatkannya kepadamu (memperbanyaknya),
niscaya Umar akan mencambukku dengan cambuknya."
Riwayat Abu Hurairah tersebut menunjukkan
ketegasan Khalifah Umar dalam menerapkan peraturan pembatasan riwayat hadits
pada masa pemerintahannya. Namun di sisi lain, Umar ibn Khattab bukanlah orang
yang anti periwayatan hadits. Umar mengutus para ulama untuk menyebarkan
al-Qur'an dan hadits. Dalam sebuah riwayat, Umar berkata, "Saya tidak
mengangkat penguasa daerah untuk memaki orang, memukul, apalagi merampas harta
kalian. Tetapi saya mengangkat mereka untuk mengajarkan al-Qur'an dan hadits
kepada kamu semua."
2. Masa
Pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib
Secara umum, kebijakan pemerintahan Utsman ibn
Affan dan Ali ibn Abi Thalib tentang periwayatan tidak berbeda dengan apa yang
telah ditempuh oleh kedua khlaifah sebelumnya. Namun, langkah yang diterapkan
tidaklah setegas langkah khalifah Umar ibn al-Khattab. Dalam sebuah kesempatan,
Utsman meminta para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits yang tidak mereka
dengar pada zaman Abu Bakar dan Umar. Namun
pada dasarnya, periwayatan Hadits pada masa pemerintahan ini lebih banyak
daripada pemerintahn sebelumnya. Sehingga masa ini disebut dengan,Keleluasaan periwayatan hadits tersebut juga
disebabkan oleh karakteristik pribadi Utsman yang lebih lunak jika dibandingkan
dengan Umar Selain itu, wilayah kekuasaan Islam yang semakin luas juga
menyulitkan pemerintah untuk mengontrol pembatasan riwayat secara maksimal.
Sedangkan pada masa Ali ibn Abi Thalib, situasi
pemerintahan Islam telah berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa itu
merupakan masa krisis dan fitnah dalam masyarakat. Terjadinya peperangan antar
beberapa kelompok kepentingan politik juga mewarnai pemerintahan Ali. Secara
tidak langsung, hal itu membawa dampak negatif dalam periwayatan hadits.
Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu melakukan pemalsuan
hadits. Dengan demikian, tidak seluruh periwayat hadits dapat dipercaya
riwayatnya.
3. Situasi Periwayatan Hadits
Dalam perkembangannya, periwayatan hadits yang
dilakukan para sahabat berciri pada 2 tipologi periwayatan.
a. Dengan menggunakan lafal haduts asli, yaitu
menurut lafal yang diterima dari Rasulullah.
b. Hanya maknanya saja. Karena mereka sulit
menghafal lafal redaksi hadits persis dengan yang disabdakan Nabi.
Pada masa pembatasan periwayatan, para sahabat
hanya meriwayatkan hadits jika ada permasalahan hukum yang mendesak. Mereka
tidak meriwayatkan hadits setiap saat, seperti dalam khutbah. Sedangkan pada
masa pembanyakan periwayatan, banyak dari sahabat yang dengan sengaja
menyebarkan hadits. Namun tetap dengan dalil dan saksi yang kuat. Bahkan jika
diperlukan, mereka rela melakukan perjalanan jauh hanya untuk mencari kebenaran
hadits yan diriwayatkannya.
C. Hadits pada Periode Ketiga (Masa Sahabat Kecil - Tabi'in Besar)
1. Masa Penyebarluasan Hadits
Sesudah masa Khulafa' al-Rasyidin, timbullah usaha yang lebih sungguh untuk mencari dan meriwayatkan hadits. Bahkan tatacara periwayatan hadits pun sudah dibakukan. Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini berkaitan erat dengan upaya ulama untuk menyelamatkan hadits dari usaha-usaha pemalsuan hadits. Kegiatan periwayatan hadits pada masa itu lebih luas dan banyak dibandingkan dengan periwayatan pada periode Khulafa' al-Rasyidin. Kalangan Tabi'in telah semakin banyak yang aktif meriwayatkan hadits.
Meskipun masih banyak periwayat hadits yang berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, kehati-hatian pada masa itu sudah bukan lagi menjadi ciri khas yang paling menonjol. Karena meskipun pembakuan tatacara periwayatan telah ditetapkan, luasnya wilayah Islam dan kepentingan golongan memicu munculnya hadits-hadits palsu. Sejak timbul fitnah pada akhir masa Utsman r.a, umat Islam terpecah-pecah dan masing-masing lebih mengunggulkan golongannya. Pemalsuan hadits mencapai puncaknya pada periode ketiga, yakni pada masa kekhalifahan Daulah Umayyah.
Seorang ulama Syi'ah, Ibnu Abil Hadid menulis dalam kitab Nahyu al-Balaghah,
"Ketahuilah bahwa asal mulanya timbul hadits yang mengutamakan pribadi-pribadi (hadits palsu) adalah dari golongan Syi'ah sendiri. Perbuatan mereka itu ditandingi oleh golongan Sunnah (Jumhur/Pemerintah) yang bodoh-bodoh. Mereka juga membuat hadits hadits untuk mengimbangi hadits golongan Syi'ah itu"
Karena banyaknya hadits palsu yang beredar di masyarakat dikeluarkan oleh golongan Syi'ah, Imam Malik menamai kota Iraq (pusat kaum Syi'ah) sebagai "Pabrik Hadits Palsu".
2. Tokoh-tokoh dalam Perkembangan Hadits
Pada masa awal perkembangan hadits, sahabat yang banyak meriwayatkan hadits disebut dengan al-Muktsirun fi al-Hadits, mereka adalah:
Sedangkan dari kalangan Tabi'in, tokoh-tokoh dalam periwayatan hadits sangat banyak sekali, mengingat banyaknya periwayatan pada masa tersebut, di antaranya :
a. Madinah
- Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam
- Salim ibn Abdullah ibn Umar
- Sulaiman ibn Yassar
b. Makkah
- Ikrimah
- Muhammad ibn Muslim
- Abu Zubayr
c. Kufah
- Ibrahim an-Nakha'i
- Alqamah
d. Bashrah
- Muhammad ibn Sirin
- Qotadah
e. Syam
- Umar ibn Abdu al-Aziz (yang kemudian menjadi khalifah dan memelopori kodifikasi hadits)
f. Mesir
-Yazid ibn Habib
g. Yaman
- Thaus ibn Kaisan al-Yamani
Sesudah masa Khulafa' al-Rasyidin, timbullah usaha yang lebih sungguh untuk mencari dan meriwayatkan hadits. Bahkan tatacara periwayatan hadits pun sudah dibakukan. Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini berkaitan erat dengan upaya ulama untuk menyelamatkan hadits dari usaha-usaha pemalsuan hadits. Kegiatan periwayatan hadits pada masa itu lebih luas dan banyak dibandingkan dengan periwayatan pada periode Khulafa' al-Rasyidin. Kalangan Tabi'in telah semakin banyak yang aktif meriwayatkan hadits.
Meskipun masih banyak periwayat hadits yang berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, kehati-hatian pada masa itu sudah bukan lagi menjadi ciri khas yang paling menonjol. Karena meskipun pembakuan tatacara periwayatan telah ditetapkan, luasnya wilayah Islam dan kepentingan golongan memicu munculnya hadits-hadits palsu. Sejak timbul fitnah pada akhir masa Utsman r.a, umat Islam terpecah-pecah dan masing-masing lebih mengunggulkan golongannya. Pemalsuan hadits mencapai puncaknya pada periode ketiga, yakni pada masa kekhalifahan Daulah Umayyah.
Seorang ulama Syi'ah, Ibnu Abil Hadid menulis dalam kitab Nahyu al-Balaghah,
"Ketahuilah bahwa asal mulanya timbul hadits yang mengutamakan pribadi-pribadi (hadits palsu) adalah dari golongan Syi'ah sendiri. Perbuatan mereka itu ditandingi oleh golongan Sunnah (Jumhur/Pemerintah) yang bodoh-bodoh. Mereka juga membuat hadits hadits untuk mengimbangi hadits golongan Syi'ah itu"
Karena banyaknya hadits palsu yang beredar di masyarakat dikeluarkan oleh golongan Syi'ah, Imam Malik menamai kota Iraq (pusat kaum Syi'ah) sebagai "Pabrik Hadits Palsu".
2. Tokoh-tokoh dalam Perkembangan Hadits
Pada masa awal perkembangan hadits, sahabat yang banyak meriwayatkan hadits disebut dengan al-Muktsirun fi al-Hadits, mereka adalah:
- Abu Hurairah meriwayatkan 5374 atau 5364 hadits
- Abdullah ibn Umar meriwayatkan 2630 hadits
- Anas ibn Malik meriwayatkan 2276 atau 2236 hadits
- Aisyah (isteri Nabi) meriwayatkan 2210 hadits
- Abdullah ibn Abbas meriwayatkan 1660 hadits
- Jabir ibn Abdillah meriwayatkan 1540 hadits
- Abu Sa'id al-Khudry meriwayatkan 1170 hadits.
Sedangkan dari kalangan Tabi'in, tokoh-tokoh dalam periwayatan hadits sangat banyak sekali, mengingat banyaknya periwayatan pada masa tersebut, di antaranya :
a. Madinah
- Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam
- Salim ibn Abdullah ibn Umar
- Sulaiman ibn Yassar
b. Makkah
- Ikrimah
- Muhammad ibn Muslim
- Abu Zubayr
c. Kufah
- Ibrahim an-Nakha'i
- Alqamah
d. Bashrah
- Muhammad ibn Sirin
- Qotadah
e. Syam
- Umar ibn Abdu al-Aziz (yang kemudian menjadi khalifah dan memelopori kodifikasi hadits)
f. Mesir
-Yazid ibn Habib
g. Yaman
- Thaus ibn Kaisan al-Yamani
ConversionConversion EmoticonEmoticon